Jumat, 06 Januari 2012

Epistimologi, Prosedur Mendapatkan Ilmu


EPISTIMOLOGI
Prosedur Mendapatkan Ilmu dan Metode Ilmiah

Yanti Sariasih

1.    Pendahuluan
Salah satu mata kuliah yang ada pada program studi Pendidikan bahasa Indonesia adalah Filsafat Ilmu. Filsafat dan ilmu merupakan dua kata yang saling terkait, baik secara subtansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Pada perkembangan selanjutnya, ilmu terbagi dalam beberapa disiplin, yang membutuhkan pendekatan, sifat, objek, tujuan, dan ukuran yang berbeda antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lainnya. Bidang garapan Filsafat Ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu ontologi, epistimologi, dan aksiologi.
Pada bab ini akan dibahas mengenai epistimologi dalam filsafat.epistimologi ilmu meliputi sumber, sarana, dan tatacara menggunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah).  Permasalahan yang akan diangkat dalam makalah ini sebagai berikut. (1) Apa pengertian epistimologi dalam filsafat, (2) Bagaimana prosedur dalam mendapatkan ilmu, dan (3) Metode apa yang digunakan dalam mendapatkan ilmu. Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah (1) memberikan penjelasan mengenai pengertian epistimologi dalam filsafat ilmu, (2) memberikan penjelasan mengenai prosedur dalam mendapatkan ilmu, dan (3) memberikan penejlasan mengenai metode ilmiah dalam mendapatkan ilmu.

2.    Pembahasan
2.1.  Epistimologi
Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan  dengan hakikat dan lingkup pengetahuan,pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Mula-mula manusia percaya bahwa dengan kekuatan pengenalannya ia mencapai realitas seubagaimana adanya.
Para  filosof pra sokrates, yaitu filosof pertama di dalam tradisi Barat,  tidak memberikan perhatian pada cabang filsafat ini sebab mereka memusatkan perhatian, sehingga mereka kerap dijuluki filosof alam. Mereka mengandaikan begitu saja  bahwa pengetahuan mengenai kodrat itu mungkin,meskipun  beberapa di antara mereka menyarankan bahwa pengetahuan mengenai struktur kenyataan dapat lebih dimunculkan dari sumber-sumber lainnya. Herakleitus, misalnya , menekankan  penggunan indera,sementara Permadines menekankan penggunaan akal.Meskipun demikian tak seorang pun di antara mereka yang  meragukan kemungkinan adanya pengetahuan mengenai kenyataan ( realitas).  Baru pada abad ke-5 SM, muncul keraguan terhadap adanya kemungkinan itu, mereka yang meragukan akan kemampuan manusia mengetahui realitas adalah kaum sophis.

2.2.  Prosedur Mendapatkan Ilmu
Prosedur yang disarankan oleh Descartes untuk mencapai kepastian ialah keraguan metodis universal, keraguan yang bersifat universal karena direntang tanpa batas, atau sampai keraguan ini membatasi diri (Bakhtiar, 2007:152). Artinya usaha meragukan itu akan berhenti bila ada sesuatu yang tidak dapat diragukan lagi. Usaha meragukan ini disebut metodik karena keraguan yang ditetapkan disini merupakan cara yang digunakan oleh penalran reflektif  filosofis untuk mencapai kebenaran. Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, diantaranya adalah:

1)    Metode Induktif
Induksi adalah suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyatan yang lebih umum Bakhtiar, 2007:152). Dan menurut suatu pandangan yang luas diterima, ilmu-ilmu empiris ditandai oleh metode induktif, suatu referensi bias disebut induktif bila bertolak dari pernyataan-pernyataan tunggal, seperti gambaran mengenai hasil pengamatan dan penelitian orang sampai pada pernyataan-pernyataan universal.
David Hume (1711-1716), telah membangkitkan pertanyaan mengenai induksi yang membingungkan para filosof dari zamannya sampai sekarang. Menurut Home, pernyataan yang berdasarkan observasi tunggal betapapun besar jumlahnya, secara logis tidak dapat menghasilkan suatu pernyataan umum yang tak terbatas.

2)    Metode Deduktif
Deduksi adalah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empiric diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut (Bakhtiar, 2007:153). Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori itu mempunyai sifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada pengujian teori dengan jalan menerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisa ditarik dari teori tersebut.

3)    Metode Positivisme
Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857). Metode in berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia mengenyampingkan segala urusan/persoalan di luar yang ada sebagai fakta. Oleh karena itu, ia menolah metafisika. Apa yang diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian metode ini dalam filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang gejala-gejala saja.
Menurut Comte, perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam tiga tahap; teologis, metafisis, dan positif. Pada tahap teologis, orang berkenyakinan bahwa dibalik segala sesuatu tersirat pernyataan kehendak khusus. Pada tahap metafisis, kekuatan adikodrati itu diubah menjadi kekuatan yang abstrak, yang kemudian dipersatukan dalam pengertian yang bersifat umu yang disebut alam dan dipandangnya sebagai asal dari segala gejala.

4)    Metode kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda harusnya dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi. Pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi seperti yang dilakukan oleh Al-Ghazali.

5)    Metode Dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode Tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat (Bakhtiar, 2007:155). Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun Plato mengartikannya diskusi logika. Kini dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.
Dalam kehidupan sehari-hari dialektika berarti kecakapan untuk melakukan perdebatan. Dalam teori pengetahuan ini merupakan bentuk pemikiran yang tidak tersusun dari satu pikiran tetapi pemeikiran itu seperti dalam percakapan, bertolak paling kurangb dua kutub.

2.3.  Metode Ilmiah
Metode ilmiah merupakan suatu prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, cara teknis, dan tata langkah untuk memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang ada (Tim Filsafat UGM, 2007:128). Metode secara etimologis berasal dari bahasa Yunani meta yang berarti sesudah dan hodos  yang berarti jalan. Jadi metode berarti langkah-langkah yang diambil, menurut urutan tertentu, untuk mencapai pengetahuan yang benar yaitu sesuai dengan tatacara, teknik, atau jalan yang telah dirancang dan dipakai dalam proses memperoleh pengetahuan jenis apapun, baik, pengetahuan humanistik dan historis, ataupun pengetahuan filsafat dan ilmiah. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didaparkan lewat metode ilmiah. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan dengan metode ilmiah. Metode, menurut Senn, merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturtan dalam metode tersebut. Jadi metodologi ilmiah merupakan pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah.
Seperti diketahui berpikir adalah kegiatan mental yang menghasilkan pengetahuan. Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran.  Dalam hal ini maka metode ilmiah mencoba menggabungkan cara berpikir deduktif dan cara berpikir induktif dalam membangun tubuh pengetahuannya. Berpikir  deduktif memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan ilmiah dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan sebelumnya. Dilihat dari perkembangan kebudayaan maka sikap manusia dalam menghadapi masalah dapat dibedakan menunurut cirri-ciri tertentu. Berdasarkan sikap manusia menghadapi masalah ini maka Van Peursen membagi perkembangan kebudayaan menjadi tiga tahap yaitu:
1)    Tahap Mistis, yaitu sikap manusia yang merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib disekitarnya.
2)    Tahap ontologism, yaitu sikap manusia yang tidak lagi merasakan diri terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib dan bersikap megambil jarak dari objek di sekitarnya serta memulai melakukan penelaahan-penelaahan terhadap obyek tersebut.
3)    Tahap fungsional, yaitu sikap manusia yang bukan saja merasa telah terbebas dari kepungan kekuatan gaib dan mempunyai pengetahuan berdasarkan penelahaan terhadap obyek-obyek di sekitar kehidupannya, namun lebih dari itu dia memfungsionalkan pengetahuan tersebut bagi kepentingan dirinya.
Teori merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya, teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan obyek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun menyakinkannya, tetap harus didukung poleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar. Disinilah pendekatan rasional digabungkan dengan pendekatan empiris dalam langkah-langkah yang disebut metode ilmiah. Secara rasioanl maka ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan antara pengetahuan yang sesuai dengan fakta dengan yang tidak. Secara sederhana maka hal ini berarti bahwa semua teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama yaitu:
1)    Harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya kontradiksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan.
2)    Harus cocok dengan fakta-fakta empiris sebab teori yang bagaimanapun konsistennya sekiranya tidak didukung oleh pemngujian empiris tidak dapat diterima kebenarannya secara ilmiah.
Alur pikiran yang mencakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah. Kerangka berpikir ilmiah yang berintikan proses logico hypothetico ini pada dasarnya terdiri dari langkh-langkah sebagai berikut.
1)    Perumusan masalah, yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas bats-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait didalamnya.
2)    Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengait dan membentuk konsistensi permasalahan.
3)    Perumusan hipotesis, yang merupakan jawabanm sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
4)    Pengujian hipotesis, yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
5)    Penarikan kesimpulan, yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima.

3.    Penutup
Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan  dengan hakikat dan lingkup pengetahuan,pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Dalam mendapatkan ilmu pengetahuan maka ada prosedur yang dapat dilakukan yaitu melalui metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatif dan metode dialektis.
Metode imiah merupakan prosedur yang mencakup tindakan pikiran, pola kerja, cara teknis, dan tata langkah untuk memperoleh pengethuan atau mengembangkan pengetahuan. Pola umum tata langkah dalam metode ilmiah mencakup penentuan masalah, perumusan dugaan sementara, pengumpulan data, perumusan kesimpulan dan verifikasi.

DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar , Amsal. 2007.  Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Suriasumantri, Jujun.S. 2007. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan.

Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM. 2007. Filsafat Ilmu: Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta:Liberty.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar